Memahami PEL dalam Perspektif PNPM Mandiri Perkotaan

Pengembangan Ekonomi Lokal atau PEL dapat dipahami sebagai proses yang dilakukan secara bersama oleh pemerintah, usahawan, dan organisasi non pemerintah untuk menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di tingkat lokal.( The World Bank ).
PEL juga disebut proses dimana pemerintah lokal dan organsisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan (Blakely and Bradshaw).
Dalam pemahaman lain PEL adalah proses partisipatif yang mendorong kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat pada wilayah tertentu, yang memungkinkan kerjasama dalam perancangan dan pelaksanaan strategi pembangunan secara umum, dengan menggunakan sumber daya lokal dan keuntungan kompetitif dalam konteks global, dengan tujuan akhir menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan merangsang kegiatan ekonomi. (International Labour Organization (ILO))
PEL adalah suatu proses dimana kemitraan yang mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu.  Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik. (A. H. J. Helming).
Yang membedakan dari berbagai pemahaman diatas adalah pada Fokus PEL itu sendiri serta kelebihan dan kekurangan dari pemahaman masing-masing.
Menurut The World Bank bahwa  PEL fokus pada Meningkatkan daya saing, Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi  dan Berorientasi kepada pemerataan. Kelebihan dari konsep ini adalah berorientasi bukan hanya kepada tujuan yaitu pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja akan tetapi juga kepada proses. Sedangkan kelemahannya  adalah tidak dijelaskan apa aspek kelokalannya,kelayakan lapangan kerja, bagaimana proses pelibatan stakeholder tersebut apakah harus partisipatif atau tidak dan aspek lokasi dimana PEL tersebut dilaksanakan atau terjadi.
Blakely dan Bradshaw fokus PEL lebih pada menciptakan lapangan pekerjaan. Kelebihannya berorientasi bukan hanya kepada tujuan akan tetapi juga kepada proses. Kelemahannya tidak ada penjelasan terkait kelayakan lapangan kerja, keberlanjutan dari penciptaan lapangan pekerjaan tersebut, aspek pemerataan aspek kelokalannya, bagaimana proses pelibatan stakeholder tersebut apakah harus partisipatif atau tidak  dan tidak menjelaskan aspek lokasi.
Fokus PEL menurut ILO adalah proses harus partisipatif, lokasi PEL pada wilayah tertentu, menciptakan lapangan pekerjaan yang layak  dan merangsang kegiatan ekonomi. Kelebihan dari konsep ini adalah bahwa PEL lebih berorientasi kepada output dan proses, pelibatan stakeholder yang harus partisipastif, sifat kelokalan ditunjukkan dari penggunaan sumber daya local  dan aspek lokasi ditunjukkan bahwa PEL dilakukan pada  wilayah tertentu. Sedangkan kelemahannyat tidak menjelaskan keberlanjutan pembangunan, aspek pemerataan dan aspek lokasi dimana PEL tersebut dilaksanakan atau terjadi.
Sedangkan A. H. J. Helming lebih menfokuskan PEL sebagai kemitraan antar stakeholder , kontrol lokal dan merangsang pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan. Kelebihan pada konsep ini adalah lebih berorientasi kepada output dan proses, aspek lokasi ditunjukkan bahwa PEL dilakukan pada  wilayah tertentu dan sifat kelokalan ditunjukkan dari penggunaan sumber daya lokal. Konsep ini memiliki kelemahan tidak mencantumkan keberlanjutan pembangunan, tidak menjelaskan aspek pemerataan, bagaimana proses pelibatan stakeholder tersebut apakah harus partisipatif atau tidak dan kelayakan lapangan kerja tersebut.
Dari pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa definisi PEL adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi  pada suatu wilayah. Dalam kesimpulan lain dimaknai PEL adalah upaya untuk membebaskan masyarakat dari semua keterbatasan yang menghambat usahanya guna membangun kesejahteraannya.hy
Definisi PEL tersebut memfokuskan kepada : 1.Peningkatan kandungan lokal; 2.Pelibatan stakeholders secara substansial dalam suatu kemitraan strategis;3.Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi; 4.Pembangunan bekeberlanjutan; 5.Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal; 6.Pengembangan usaha kecil dan menengah; 7.Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif; 8. Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia; 9.Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan antar daerah; dan 10.Pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan.
Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan, PEL menjadi salah satu alat Intervensi program pendampingan kegiatan tingkat kota bersama Siklus Kota dan Kemitraan. Intervensi “Pendampingan” tingkat kota dilakukan dalam rangka mendorong dan mewujudkan kebijakan yang berpihak pada rakyat miskin (pro poor policy), perencanaan dan penganggaran yang juga berpihak pada  masyarakat miskin (pro poor planning and budgeting). Sehingga diharapkan terjadi sinergi para pihak melalui program SKPD dengan program corporat dan organisasi masyarakat sipil untuk keberlanjutan pembangunan “penanggulangan kemiskinan”.
Jika Kemitraan dipahami sebagai dan merupakan wujud yang ideal dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan didasari atas hubungan antar pelaku yang bertumpu pada ikatan usaha yang saling menunjang dan saling menguntungkan serta saling menghidupi berdasarkan asas kesetaraan dan kebersamaan, dan memahami Siklus Kota sebagai serangkaian Kegiatan Pendampingan tingkat kota melalui Penguatan Peran dan Fungsi TKPKD,KBP dan FKA-BKM untuk mewujudkan Pembangunan Partisipatif dan Pro Poor Budgeting serta berbagai pemahaman tentang PEL yang dapat diartikan sebagai upaya untuk membebaskan masyarakat dari semua keterbatasan yang menghambat usahanya guna membangun kesejahteraannya, maka pada dasarnya Intervensi “Pendampingan”  PNPM Mandiri Perkotaan tingkat kota tersebut saling terkait dan saling mendukung dan tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga  PEL dalam perspektif Kemitraan PNPM Mandiri Perkotaan dapat dipahami sebagai serangkaian proses mengoptimalkan potensi dan sumberdaya bersama antara Pemerintah, Masyarakat(OMW)  dan Dunia Usaha menuju kemandirian bersama (ekonomi,sosial dan lingkungan) dan  pembangunan berkelanjutan.
Intervensi “Pendampingan” PNPM Mandiri Perkotaan baik Siklus Masyarakat maupun Siklus Kota secara langsung maupun tidak langsung telah mendukung dan menguatkan PEL walaupun PEL itu sendiri bukan merupakan upaya penanggulangan kemiskinan secara langsung. Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perkotaan  yang terdiri dari Masyarakat, Pemerintah Daerah dan Para pemangku kepentingan (kelompok peduli/dunia usaha) adalah unsur utama PEL dalam pemahaman mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi  pada suatu wilayah.
Arahan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan melalui siklus kota seperti Pembangunan Partisipatif, Pro Poor Baudgeting, Kemitraan Tiga Pihak (Pemda,Masyarakat dan Kelompok Peduli),Kebijakan Pemda klaster kegiatan ekonomi berpotensi, Pengembangan Ekonomi dengan Pasar luas, Jaringan Pemasaran dan Kemitraan serta pemberdayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan lokal (bkm/lkm,ksm) dan perencanaan patisipatif PJM Pronangkis merupakan kelebihan tersendiri bagi konsep PEL dalam perspektif PNPM Mandiri Perkotaan dibandingkan dengan Fokus PEL dalam pemahaman yang lain.

Namun demikian referensi dan cerita lapang terkait dengan PEL dalam PNPM Mandiri Perkotan belum bisa menggambarkan PEL dalam perpektif PNPM Mandiri Perkotaan itu sendiri. Secara pemahaman maupun implementasi, terjadi belum ketemunya logika PEL yang masih dalam perspektif neolibralis dengan menekankan pasar sebagai tujuan akhir jika dihubungkan dengan semangat PEL sebagai penguatan kelembangaan (bkm,ksm,dunia usaha dan pemda), partisipatif, pemberdayaan masyarakat,pro poor budgeting dan lain-lain.

Seharusnya PEL lebih mengarah pada penguatan kelembagaan tiga pihak ( masyarakat, pemda dan stakeholeders). Dengan demikian, pengertian dan pemahaman pengembangan ekonomi lokal , perlu didefinsikan kembali dalam perspektif PNPM Mandiri Perkotaan. Kalau pendekatan kelembagaan dimaksudkan untuk tujuan akumulasi modal atau membangun kelembagaan keuangan tersendiri, maka itu tidak mudah untuk mencapainya. Yang paling realistis adalah bila pengelompokan atau pengorganisasian ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan untuk membangun skala usaha yang ekonomis. Aspek kelembagaan yang lain adalah dalam hal  kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, pasar input produksi dan bahkan semua potensi dan proses yang bisa mendukung PEL itu sendiri. Ketiga aspek kelembagaan ini penting untuk ditangani dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat yang dilandasi dengan semangat pemberdayaan

PEL seharusnya bukan  bergerak atas dasar premise masyarakat miskin kurang modal an sich. Ada dua hal yang perlu kita cermati bersama. Pertama, bahwa lemahnya ekonomi masyarakat miskin ini bukan hanya terjadi pada masyarakat yang memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah, tetapi juga masyarakat yang tidak memiliki faktor produksi, atau masyarakat yang pendapatannya hanya dari upah/gaji. Karena tidak mungkin semua anggota masyarakat miskin dapat dan memiliki talenta untuk dijadikan pengusaha, maka bantuan modal tidak akan dapat menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat pekerja. Dalam praktik  pemberdayaan ekonomi masyarakat, tampaknya pemberdayaan untuk masyarakat pekerja ini perlu dipikirkan bersama.

Kedua, yang perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi melalui aspek permodalan ini adalah: (1) bagaimana pemberian bantuan modal ini tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat; (2) bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui penciptaan sistem yang kondusif baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah untuk mendapatkan akses di lembaga keuangan; (3) bagaimana skema penggunaan atau kebijakan pengalokasian modal ini tidak terkooptasi pada perekonomian subsisten atau ekonomi kere. Tiga hal ini penting untuk dipecahkan bersama. Inti pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal kepada masyarakat, selain kurang mendidik masyarakat untuk bertanggungjawab kepada dirinya sendiri, juga akan dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka di lembaga kuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman mereka di lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman
Dengan Investasi Sumber Daya dan Waktu yang telah dilakukan dan dilalui PNPM Mandiri Perkotan sejak menjadi p2kp, seharusnya PEL dalam perspektif PNPM Mandiri Perkotaan telah menghasilkan PEL yang terstruktur, sistematis dan masif untuk pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan yang mensejahterakan masyarakat dampingan. So PEL adalah LAP dalam bahasa Jawa untuk membersihkan “Kemiskinan”.
Dikutip dan ditulis kembali dari berbagai Sumber:
1.       Tatag Wiranto dan Antonius Tarigan, Kemitraan Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL)” Paradigma Perencanaan Pembangunan Ekonomi Berbasis Permintaan Solusi Alternatif Atas Program-Program Pemberdayaan Bernuansa Karitatif, Sumber: http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/10675/2391/?&kid=1410411411
2.       Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal, Sumber: http://www.slideshare.net/visualbeeNetwork/konseppengembangan-ekonomi-lokal-10175987
3.       Pedoman Pelaksanaanh PNPM Mandiri Perkotaan, Direktorat Jenderal Cipta Karya – Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Edisi September 2012
4.       Suparno,Aris, Penguatan peran stakeholder kota-Keberlanjutan (Bali1013).ppt, KMP PNPM Mandiri Perkotaan Wilayah 2, Jakarta, 2013
5.       Peduli untuk Mandiri – Berbagi Pengalaman dari Lapangan,Program Manajemen Unit/SNVT Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan, Direktorat Jenderal Cipta Karya – Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, September 2012.

Komentar

Postingan Populer